Sebagai komunikator humas
menjadi jembatan menciptakan suasana yang sangat kondusif
untuk win-win solution stake holder dan organisasi baik internal
maupun eksternal dalam rangka membangun
citra institusi pemerintah. Karenanya menginformasikan berbagai kebijakan
pembangunan daerah menjadi tugas ideal membentuk citra positif pemerintah di
mata publiknya. Tanpa hal ini sebuah daerah menjadi rentan konflik kepentingan karena akses
informasi masyarakat sangat boleh jadi didominasi kelompok kepentingan
tertentu. Gencar menginformasikan berbagai kebijakan pembangunan pemerintah
menjadi langkah solutif Humas Pemda untuk
membuka ketertutupan ini sekaligus meminimalisir conflict interest.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) meletakan paradigma baru bagi tata
kelolah kehumasan pemerintah seiring tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang
mengarah kepada good governance. Dimensi
keterbukaan, mudah akses, accountable
dan transparan menjadi tuntutan penyelenggaran pelayanan kehumasan pemerintah.
Untuk membangun pemerintahan yang sehat dan bersih dibutuhkan kritikan dan
pendapat publik. Masyarakat dijamin haknya secara bebas untuk memperoleh
informasi atas penyelenggaraan
pemerintahan dan pemerintah berkewajiban menyediakan informasi yang dibutuhkan
masyarakat. Komunikasi dua arah yang efektif akan menepis tindakan dan
prasangka negatif masyarakat terhadap pemerintah serentak menumbuhkan perubahan-perubahan positif
dalam tubuh pemerintah. Ketangkasan Humas menyerap informasi dan aspirasi
publik sebagai masukan bagi pimpinan instansi pemerintah akan mengarahkan
keberpihakan setiap keputusan kepada
kepentingan publik. Disini Humas tidak saja tampil
sebagai lembaga yang membangun citra positif tetapi lebih dari itu memberi
andil dalam menciptakan penyelenggaraan sistem pemerintahan yang transparan dan
populis.
Sejalan dengan KIP, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menghantar humas pada peran yang sangat strategis dalam penyelengaran
pemerintahan daerah. Otonomi daerah menumbuhkan demokratisasi dan penguatan civil society. Kewenangan lebih luas
yang dimiliki pemerintah daerah di satu
sisi memberi daya tumbuh bagi inisiatif dan kreativitas Pemda dalam menggagas
dan mengimplementasi kebijakan pembangunan, tetapi di sisi lain penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan transparan menjadi tuntutan publik yang tidak bisa
dilepas. Keluasan kewenangan Pemda berjalan seiring dengan tuntutan keterbukaan
informasi publik yang jika tidak dimanagemen secara baik maka akan berimplikasi
negatif bagi pembangunan daerah. Hal ini tentunya tumbuh berbeda untuk masing-masing
daerah sesuai latar sosial budaya yang sejalan dengan umur otonomi.
Lembata misalnya, dalam usia otonominya
yang terbilang remaja memilki kompleksitas dalam berbagai segi pembangunannya.
Menyatukan tekad bersama tentunya tidak hanya untuk meraih kemerdekaan
berotonomi tetapi harus lebih pada bagaimana bersama mengisinya secara
arif. Euforia kemerdekaan tidak serta
merta melahirkan gejolak sosial tanpa solusi tetapi harus dibingkai secara baik dalam
saluran yang tepat untuk kebaikan kepentingan bersama. Demokrasi bukan tujuan
tetapi sarana produktivitas pembangunan
untuk kemajuan bersama. Di sini Peran
humas membuka komunikasi simetris serta memfasilitasi
seluruh perkembangan aspirasi sangat dibutuhkan.
Kepemimpinan Lembata baru yang terbilang
visioner membutuhkan strategi kehumasan yang tepat dan accountable. Strategi kebijakan
pembangunan Lembata Baru harus bisa
ditransformasi secara cerdas dalam
konsumsi pemberitaan publik yang akurat. Informasi kebijakan pembangunan daerah
harus diterima tuntas menembus semua elemen masyarakat. Begitupun sebaliknya, informasi dan aspirasi
publik harus bisa diserap sampai ke struktur paling atas instansi pemerintah. Aksi
unjuk rasa sektarian entah murni kepentingan publik
ataupun tidak adalah fenomena terang mengintrospeksi
guna membangun strategi kehumasan pemerintah daerah yang handal. Demokratisasi dengan penguatan civil society bukan menjadi fenomena yang harus dibendung
tetapi menjadi kekuatan membangun sistem kelembagaan intern yang profesional. Karena
itu penguatan sistem lembaga komunikasi dan informasi daerah menjadi muthlak dibutuhkan. Akhir-akhir ini,
Humas Pemda Lembata tampaknya telah memulai langkah ini. Proses penguatan ini sudah pasti akan berjalan
seiring dengan reaksi esternal kelompok kepentingan yang berimplikasi pada pembenturan tujuan. Di
titik ini, profesionalisme Humas Pemda
ditantang untuk responsif, berimbang dan accountable
Humas profesional harus meninggalkan model
komunikasi satu arah (asimetris) dan berubah ke model dua arah timbal balik
(simetris). Model ini merupakan model komunikasi ekselen yang dikenal sebagai excellence public relations yang digagas
oleh James Gung dkk setelah melakukan riset terhadap 321 perusahan di Inggris,
Amerika dan Kanada selama 15 tahun (Grunig, Dozier, dkk,2008). Model ini berisi
deskripsi teknik-teknik berkomunikasi antara humas dengan publiknya. Teknik ini
mengandung dua dimensi yakni arah komunikasi dan keseimbangan komunikasi. Arah
komunikasi menyangkut perilaku komunikasi apakah monolog yang bersifat
menyebarkan informasi atau dialog yang bersifat pertukaran informasi.
Keseimbangan komunikasi berkaitan dengan posisi seimbang atau tidaknya
komunikasi yang dibangun antara lembaga dan publiknya.
Menurut Fawkes (2004), Grunig dan
Hunt (1984), dan Harrison (2009), model ekselen adalah model ideal karena
membangun diaog secara penuh dengan publik serta fokus pada upaya membangun hubungan
dan pemahaman bersama. Publik bukan
penerima yang pasif tetapi juga dapat berubah peran sebagai subyek. Model ini menyaratkan humas berperan sebagai
kepanjangan tangan pemerintah dan juga menyuarakan aspirasi publik dan media.
Humas berupaya agar suara publik dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Sebuah keputusan yang diambil menyangkut kebijakan pembangunan harus melalui
proses mendengarkan pihak-pihak lain. Ini berarti berarti Humas harus
menyediakan informasi publik secara terbuka mencakup kesuksesan dan kegagalan.
Informasi tentang kegagalan atau kekurangan disampaikan dengan alasan-alasan
penyebab dan langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan untuk mengatasinya.
Oleh karena itu Humas pemda
dituntut untuk menyediakan saluran-saluran komunikasi yang memadai untuk
menerapkan komunikasi ekselen sebagai komunikasi ideal dalam membangun
kinerjanya. Di tengah arus teknologi informasi yang tak terbendung dengan
drastisnya peningkatan masyarakat “melek teknologi”, Humas Pemda harus
responsif menyediakan saluran-saluran komunikasi yang tidak hanya konvensional
tetapi juga online. Penggunaan saluran-saluran virtual menjadi
keniscayaan bagi humas Pemda. Diskusi-diskusi publik di dunia maya dengan
menggunakan jejaring sosial membuat sebuah isu begitu cepat beredar sehingga
menuntut kepekaan humas untuk meresponnya. Beberapa media sosial dan networking
di internet seperti blog, facebook, twitter, Myspace, Linkedin, geogle plus dan
yang lainnya telah menjadi alat
interaksi, diskusi dan pembentuk opini publik. Media sosial tersebut sangat
berpengaruh membentuk opini publik dan mendorong prilaku sosial tertentu.
Penguatan lembaga humas Pemda tidak
boleh menyepelekan perkembangan ini. Managemen komunikasi dan informasi pemerintah
daerah harus berjalan seiring perkembangan teknologi. Komunikasi dua arah,
penyerapan informasi dan pelayanan informasi yang menjadi tugas humas Pemda
hanya dapat berjalan efektif apabila respon terhadap perkembangan teknologi informasi
yang ada. Peran
strategis Humas Pemda diwujudkan tidak hanya dalam komitmen tetapi juga melalui
metode dan sarana yang tepat. Humas Pemda yang profesional dan tanggung gugat adalah
yang cerdas menemukan metode dan sarana baru dalam membangun komunikasi
simetris dengan publiknya.